PEMANASAN GLOBAL Sebuah laporan PBB mengenai bencana alam tahun 2007 mengatakan bahwa sembilan dari sepuluh bencana alam terburuk disebabkan oleh gangguan iklim. DARATAN-DARATAN YANG TENGGELAM, EROSI & KENAIKAN PERMUKAAN AIR LAUT Ahli Lautan Australia Steve Rintoul memperkirakan bahwa kecepatan mencairnya es dapat membuat 100 juta orang yang tinggal pada ketinggian 1 meter di atas permukaan air laut “harus pindah ke suatu tempat” untuk menghindari kenaikan air laut. Para petugas merelokasikan 20.000 penduduk pulau pada tahun 2000 dari daerah Pulau York yang terendah, salah satu pulau di Papua Nugini. Pulau Lohachara India telah menghilang ke dalam air karena pemanasan global yang membuat 70.000 orang mengungsi ke pulau-pulau tetangga. Garis pantai di negara-negara Afrika Barat seperti Benin, Ghana, Pantai Gading, Guinea, dan Nigeria naik kurang lebih 10 meter setiap tahunnya, dan tingkat permukaan air laut di Pantai Afrika Barat dapat terus meningkat. Menurut Richard Lochhead, Seketaris Urusan Pedesaan Inggris, “Musim dingin kita lebih basah dan hangat, permukaan air laut naik dan erosi pantai terus bertambah. Itulah yang terjadi sekarang dan kita harus mengambil tindakan.” Para ilmuwan memperingatkan bahwa jika permukaan air terus meningkat, lebih dari 80.000 hektar lahan di Yunani dapat terendam air setinggi 1,6 meter pada tahun 2100, dengan negara-negara pantai Barat juga berisiko hal yang sama. Maladewa dapat menjadi negara pertama yang tidak dapat dihuni karena kenaikan air sehubungan dengan pemanasan global. Kenaikan permukaan air laut mengancam kota-kota pantai di sepanjang Karolina utara, Amerika Serikat, menurut para ahli ilmu bumi. Para ilmuwan yang memperkirakan kenaikan permukaan air laut berkata bahwa negara Tuvalu akan menjadi negara pertama yang tenggelam ke dalam lautan. Beberapa daerah di Provinsi Vietnam selatan, Cà Mau, menunjukkan bukti bahwa daratannya telah terendam air laut hingga 6 meter. Benin perlahan-lahan kehilangan ibukotanya yang ramai, Cotonou sehubungan dengan kenaikan air laut. Para penduduk Carteret mempertimbangkan untuk meninggalkan rumah mereka saat kenaikan permukaan air laut merusak hasil pertanian mereka dan meninggalkan pulau tersebut tak berpenghuni. Kawasan Lingkungan Pesisir yang diterbitkan oleh Institut Teknologi Wessex melaporkan tentang perkiraan risiko penggunaan tanah pantai sehubungan dengan kenaikan air laut di Laut Kaspia. Peninjauan Ahli Bumi Amerika Serikat menunjukkan bahwa pantai Alaska sedang mengalami erosi yang tercepat seiring dengan tebing-tebing yang runtuh sehubungan dengan pencairan permafrost karena pemanasan global. Para penduduk kepulauan Papua Nugini berisiko tenggelam sehubungan dengan pemanasan global dan meminta bantuan pada konferensi pemanasan global terakhir di Bali, Indonesia. Sebuah laporan yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 2005 menyebutkan bagaimana gas-gas beracun menyembur keluar dari lautan dalam yang telah menyebabkan hilangnya lapisan ozon 250 juta tahun yang lalu.Program Lingkungan PBB melaporkan munculnya lebih dari 200 “zona mati” karena kehabisan oksigen di lautan. Munculnya bakteri-bakteri jenis baru menghasilkan gas hidrogen sulfida yang mematikan bagi semua kehidupan laut di Bumi kita. Dua penyebabnya termasuk hasil pembuangan dari pabrik-pabrik, penyubur, dan pembuangan pertanian yang juga mengakibatkan gangguan pada arus air dan cuaca, yang semuanya juga mengakibatkan pemanasan global. “Zona mati” di lautan yang disebabkan oleh pemanasan global menghasilkan tidak adanya kehidupan akibat hilangnya oksigen dan terlepasnya hidrogen sulfida, sebuah gas yang beracun. Salah satu contoh zona mati berada di Samudra Pasifik dekat pesisir Oregon, Amerika Serikat, yang ukurannya telah menjadi empat kali lipat pada tahun terakhir ini. Lainnya adalah di dekat pesisir Namibia, Afrika, dimana jutaan ikan mati pada saat gas hidrogen sulfida menyembur dari dasar laut. Sehubungan dengan perikanan liar dan hilangnya puluhan juta ikan sarden yang sangat penting, air-air di pesisir barat daya Afrika penuh dengan sebuah gas beracun yang menyembur dari dasar samudra untuk membunuh kehidupan laut dengan luas yang melebihi negara bagian New Jersey Amerika Serikat, dan memperburuk dampak pemanasan global. |
VISI :SEBAGAI PERUSAHAAN YANG PROFESIONAL YANG BERKEMBANG PADA ERA GLOBALISASI, KAMI MENGUBAH DUNIA MENJADI RAMAH LINGKUNGAN DENGAN MISI : MEMBERIKAN LAYANAN OPTIMAL SEHINGGA TERWUJUD INDUSTRI BERWAWASAN RAMAH LINGKUNGAN...BANGKITLAH INDONESIA-KU
Jumat, 25 Februari 2011
BUMI SEMAKIN GOYAH AKIBAT PEMANASAN GLOBAL
BLHD SUL-SEL
Hutan Mangrove Sulsel |
Ditulis oleh Administrator |
Jumat, 12 November 2010 14:29 |
Bahaya, Luas Hutan Mangrove di Sulsel Sisa 214 Hektar Sekitar 90 persen hutan mangrove di Sulawesi Selatan mengalami kerusakan yang cukup parah akibat eksploitasi dan alih fungsi lahan. "Salah satu sumber daya alam pesisir dan laut yang mengalami degradasi cukup parah adalah hutan mangrove (bakau) yang kini tingkat kerusakannya sudah mencapai 90 persen,(12 /02/2010). Menurut Mustam, kendati ada perbedaan data antara Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) dan Dinas Kehutanan Sulsel, namun kesimpulannya tingkat kerusakan hutan mangrove di daerah ini sudah sangat memprihatinkan. Berdasarkan data dari Bapedalda Sulsel diketahui bahwa hutan bakau di daerah ini 26.000 hektare (ha) dan yang tersisa hanya 214 ha. Sementara data dari Dinas Kehutanan Sulsel tercatat habitat hutan mangrove yang sudah rusak parah mencapai 132.900 ha. "Fenomena kerusakan hutan mangrove itu, umumnya diakibatkan oleh over eksploitasi atau alih fungsi hutan mangrove menjadi areal tambak, permukiman dan areal industri," kata Mustam, seperti dikutip dari Antara. Sebagai contoh kasus, lanjutnya, pada awal 2010 di Kabupaten Selayar, Sulsel sudah terjadi alih fungsi hutan bakau menjadi areal pariwisata. Lebih jauh dia mengatakan, meskipun Dinas Kehutanan Sulsel hingga 2009 sudah merehabilitasi sekitar 5.920 ha lahan melalui program Gerakan Hutan dan Lahan (Gerhan), namun data Bapedalda Sulsel melansir bahwa tingkat keberhasilan menekan laju dovorestasi bakau hanya sekitar 10 persen. Hal itu disebabkan sejumlah kendala diantaranya faktor alam dan kurangnya pemberdayaan masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian hutan mangrove. Berkaitan dengan hal tersebut, Mustam berharap agar pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota tidak hanya memperhatikan persoalan penanaman pohon, namun setelah itu tidak ditindaklanjuti dengan pemeliharaan.(*) |
Terakhir Diperbaharui pada Sabtu, 13 November 2010 07:25 |
BLHD - MAKASSAR
Biogas Sumber Energi Alternatif
Posting : Admin
Tanggal : Rabu, 13 Oktober 2010 - Pukul : 17:39:36
Kategori : Artikel
SEJARAH BIOGAS Tanggal : Rabu, 13 Oktober 2010 - Pukul : 17:39:36
Kategori : Artikel
Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar di benua Eropa. Penemuan ilmuwan Volta terhadap gas yang dikeluarkan dirawa-rawa terjadi pada tahun 1770, beberapa dekade kemudian, Avogadro mengidentifikasikan tentang gas metana. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Tahun 1884 Pasteour melakukan penelitian tentang biogas menggunakan kotoran hewan. Era penelitianPasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini.
SISTEM BIOGAS SEDERHANA Persoalan lonjakan harga minyak memberikan tekanan bagi setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi yang terbarukan. Akibat peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil membuat harga minyak melambung tinggi. Kebutuhan alias konsumsi BBM Indonesia yang mencapai 1,3juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor.
Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai penggantibahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapatdiperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak.
Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbahorganik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil.
Biogas adalah gas yang mudah terbakar (flammable) karena dihasilkandari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik(padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yangcocok untuk sistem biogas sederhana.
Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktifitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara.
Satu cara menentuka bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem Biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktifitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar8-20.
Pertama harus disiapkan starter (diambil dari kotoran sapi/ruminantia, kira-kira 1 jerigen, simpan selama 2 minggu. Disiapkan kontainer (bisa menggunakan drum bekas yang di lubangi salah satu sisinya. Siapkan drum lain berukuran lebih kecil dengan keran. Siapkan kotoran sapi, kerbau, kuda, atau kotoran hewan lain dan sisa dedauanan/rumput. Masukan 1 ember limbah organik tersebut dalam drum, tambahkan satu ember air, aduk, demikian seterusnya sampai volume drum 80%, masukan starter, aduk hingga merata. Masukan drum yang lebih kecil. Biarkan kira-kira 4 minggu, sudah mulai dihasilkan gas, dengan indikasi drum kecilterangkat.
Salah satu pemanfaatan biogas yang telah dinikmati masyarakat adalah warga Dusun Toyomerto, Desa Pesanggrahan,Kecamatan/Kota Batu. Kelangkaan dan mahalnya harga minyak membuat warga beralih menggunakan biogas sebagai energi alternatif, untuk bahan bakar. Dampaknya, warga pun bisa berhemat, dan tak perlu antri.
Teknologi biogas ini, diawali tahun 2004 lalu. Dua tabung bantuan dari PT Petrokimia Gresik, difungsikan berfungsi sebagai tabung pengisian dan tabung pembuangan. Tabung yang diameternya kecil untuk pengolahan, yaitu diisi kotoran sapi. Sedangkan tabungyang berdiameter 3,4 meter untuk pembuangan. Di dalam tabung ini juga ada selang, yang berhubungan, sehingga proses pengolahan ini berjalan sempurna. Sedikitnya 200 kg kotoran sapi yang digunakan warga untuk diisikan ke tabung. Dan dari 200 kg itu bisa digunakan memasak hingga tujuh keluarga, masing-masing mendapat jatah memasak dua jam. Untuk mengetahui apakah sisa gas habis, ataupun masih banyak, warga memakai alat ukur dan selang berisi air. Jika gas penuh, maka air akan meluap hingga angka 100 centi. Namun jika gasnya sedikitairnya tidak akan naik. Dulu hanya tujuh KK, sekarang yang memasak dengan energi biogas sudah mencapai 40 KK.
Tidak salahnya cara di atasdi terapkan untuk kawasan kumuh padat penduduk dengan menerapkan biogas yangberasal dari kotoran manusia. Ada ide ???
BLHD - MAKASSAR
Sumur Resapan dan Biopori - Pendahuluan
Tanggal : Rabu, 13 Oktober 2010 - Pukul : 17:35:45
Kategori : Artikel
Tanggal : Rabu, 13 Oktober 2010 - Pukul : 17:35:45
Kategori : Artikel
Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan mahluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara alamiah air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan masuk ke perut bumi dan sebagian lagi akan menjadi aliran permukaan yang sebagian besar masuk ke sungai dan akhirnya terbuang percuma masuk ke laut.
Dengan kondisi daerah tangkapan air yang semakin kritis, maka kesempatan air hujan masuk ke perut bumi menjadi semakin sedikit. Sementara itu pemakaian air tanah melalui pompanisasi semakin hari semakin meningkat. Akibatnya terjadi defisit air tanah, yang ditandai dengan makin dalamnya muka air tanah. Hujan berkurang sedikit saja beberapa waktu maka air tanah cepat sekali turun. Kondisi semakin turunnya muka air tanah kalau dibiarkan terus, maka akan berakibat sulitnya memperoleh air tanah untuk keperluan pengairan pertanian dan keperluan mahluk hidup lainnya.
Disamping itu dapat menyebabkan intrusi air laut semakin dalam ke arah daratan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu konservasi air sebagai upaya untuk penambahan air tanah melalui pembangunan sumur-sumur resapan atau biopori. Prinsip dasar konservasi air ini adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi.
Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir percuma ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah ( groundwater recharge). Dengan muka air tanah yang tetap terjaga atau bahkan menjadi lebih dangkal, air tanah tersebut dapat dimanfaatkan pada saat terjadi kekurangan air di musim kemarau dengan jalan memompanya kembali ditempat yang lain ke permukaan.
Secara alami, biopori adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar dalam tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut. Sumur resapan memiliki fungsi sama yaitu membantu mengatasi persediaan air tanah yang semakin menipis.
Sumur resapan lebih memerlukan area lebih luas dibandingkan dengan biopori sehingga pada daerah –daerah perkotaan dengan space yang sempit menyulitkan untuk membuat sumur resapan. Teknologi yang digunakan pun berbeda antara keduanya. Pembuatan biopori lebih sederhana dibanding sumur resapan. Sumur resapan menggunakan batu, pasir, dan ijuk yang ditutupi tanah lalu dilapisi semen.
Di daerah perkotaan, keberadaan pepohonan semakin tergusur oleh bangunan-bangunan sehingga lubang biopori menjadi semakin langka. Lagi pula, banyaknya pepohonan tidak selalu mengartikan akan ada banyak air yang terserap, karena permukaan tanah yang tertutup lumut membuat air tidak dapat meresap ke tanah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibuatlah lubang resapan atau sumur resapan buatan manusia yang sekarang dikenal dengan lubang biopori. Biopori dapat dibuat di halaman depan, halaman belakang atau taman dari rumah. Lubang biopori sendiri umumnya dibuat dengan lebar kira-kira 30 cm, jarak antar lubang sekitar 50 cm-100 cm...
Dengan kondisi daerah tangkapan air yang semakin kritis, maka kesempatan air hujan masuk ke perut bumi menjadi semakin sedikit. Sementara itu pemakaian air tanah melalui pompanisasi semakin hari semakin meningkat. Akibatnya terjadi defisit air tanah, yang ditandai dengan makin dalamnya muka air tanah. Hujan berkurang sedikit saja beberapa waktu maka air tanah cepat sekali turun. Kondisi semakin turunnya muka air tanah kalau dibiarkan terus, maka akan berakibat sulitnya memperoleh air tanah untuk keperluan pengairan pertanian dan keperluan mahluk hidup lainnya.
Disamping itu dapat menyebabkan intrusi air laut semakin dalam ke arah daratan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu konservasi air sebagai upaya untuk penambahan air tanah melalui pembangunan sumur-sumur resapan atau biopori. Prinsip dasar konservasi air ini adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi.
Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir percuma ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah ( groundwater recharge). Dengan muka air tanah yang tetap terjaga atau bahkan menjadi lebih dangkal, air tanah tersebut dapat dimanfaatkan pada saat terjadi kekurangan air di musim kemarau dengan jalan memompanya kembali ditempat yang lain ke permukaan.
Secara alami, biopori adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar dalam tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut. Sumur resapan memiliki fungsi sama yaitu membantu mengatasi persediaan air tanah yang semakin menipis.
Sumur resapan lebih memerlukan area lebih luas dibandingkan dengan biopori sehingga pada daerah –daerah perkotaan dengan space yang sempit menyulitkan untuk membuat sumur resapan. Teknologi yang digunakan pun berbeda antara keduanya. Pembuatan biopori lebih sederhana dibanding sumur resapan. Sumur resapan menggunakan batu, pasir, dan ijuk yang ditutupi tanah lalu dilapisi semen.
Di daerah perkotaan, keberadaan pepohonan semakin tergusur oleh bangunan-bangunan sehingga lubang biopori menjadi semakin langka. Lagi pula, banyaknya pepohonan tidak selalu mengartikan akan ada banyak air yang terserap, karena permukaan tanah yang tertutup lumut membuat air tidak dapat meresap ke tanah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibuatlah lubang resapan atau sumur resapan buatan manusia yang sekarang dikenal dengan lubang biopori. Biopori dapat dibuat di halaman depan, halaman belakang atau taman dari rumah. Lubang biopori sendiri umumnya dibuat dengan lebar kira-kira 30 cm, jarak antar lubang sekitar 50 cm-100 cm...
Selasa, 15 Februari 2011
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
Telepon Kantor | 021-8580067-6 |
Telepon Kantor 2: | 021-8517184 |
Alamat Kantor: | Jalan D.I. Panjaitan Kav. 24 Kebon Nanas, Jakarta Timur 13410 INDONESIA |
Situs web: | www.menlh.go.id |
Catatan: | Pengelolaan dan pembangunan lingkungan hidup di Indonesia relatif belum lama dan baru dirintis menjelang Pelita III. Namun demikian, dalam waktu yang pendek itu Indonesia telah banyak berbuat untuk mulai mengelol Pratinjau Konsep dan kebijakan lingkungan hidup selama Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Pertama mengalami perkembangan yang sangat berarti. Selama Pelita III bidang lingkungan hidup ditangani oleh Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Men-PPLH) dengan prioritas pada peletakan dasar-dasar kebijaksanaan “membangun tanpa merusak”, dengan tujuan agar lingkungan dan pembangunan tidak saling dipertentangkan. Pada Pelita IV, bidang lingkungan hidup berada di bawah Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Men-KLH), dengan prioritas pada keserasian antara kependudukan dan lingkungan hidup. Pada Pelita V kebijaksanaan lingkungan hidup sebelumnya disempurnakan dengan mempertimbangkan keterkaitan tiga unsur, antara kependudukan, lingkungan hidup dan pembangunan guna mewujudkan konsep pembangunan berkelanjutan. Pembangunan hanya terlanjutkan dari generasi ke generasi apabila kebijaksanaan dalam menangani tiga bidang tersebut selalu dilakukan secara serasi menuju satu tujuan. Bila lingkungan dan sumber daya alam tidak mendukung penduduk dan menunjang sumber daya manusia atau sebaliknya, maka pembangunan mungkin saja dapat berjalan, namun dengan risiko timbulnya ancaman pada kualitas dan daya dukung lingkungan. Kebijaksanaan dasar yang bertumpu pada pembangunan berkelanjutan ini akan tetap menjadi pegangan dalam pengelolaan lingkungan hidup pada Pelita VI dan pelita-pelita selanjutnya. Pada pelita VI, bidang lingkungan hidup secara kelembagaan terpisah dari bidang kependudukan dan berada di bawah Menteri Negara Lingkungan Hidup (Men-LH). Lingkungan hidup dirasakan perlu ditangani secara lebih fokus sehubungan dengan semakin luas, dalam dan kompleksnya tantangan pada era industrialisasi dan era informasi dalam PJP Kedua (yang dimulai pada Pelita VI). Lintas sejarah perkembangan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia diuraikan menjadi tiga babak, yakni masa tumbuhnya Arus Global 1972, munculnya Komitmen Internasional, dan Komitmen Nasional dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, serta Pasca Reformasi. |
GAMBARAN UMUM KERJASAMA
I. DASAR UMUM
Dalam upaya membantu progam pemerintah serta berperan aktiv menanggulangi pencemaran lingkungan, maka kami PT HARAPAN SEMBILAN suatu badan usaha yang berkedudukan di sidoarjo – surabaya dan bergerak di dalam bidang transportasi dan pengelolaan limbah B3 bermaksud menawarkan kerjasama pengelolaan limbah B3 yang di produksi oleh perusahaan yang Bapak/ Ibu pimpin .
Sebagaimana kita ketahui bersama saat ini kesadaran masyarakat dan para pelaku dunia usaha terutama di Faktory dan Pabrik masih kurang memahami tentang potensi pencemaran dari limbah atau bahan sisa proses produksi yang bisa berakibat fatal pada manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan hidup.
Disinilah peran serta secara aktiv dari seluruh komponen masyarakat dan pemerintah untuk berperan serta mensosialisasikan tentang pentingnya pengelolaan limbah B3.
II. PENGERTIAN UMUM PENGELOLAAN LIMBAH B3
Pengelolaan Limbah B3 adalah Rangkaian kegiatan yang mencakup Reduksi, penyimpanan, Pengumpulan, Pengangkutan, Pemanfaatan, Pengolahan dan Penimbunan akhir ( Pemusnahan )
Pemanfaatan Limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali ( Recovery ) dan/atau penggunaan kembali ( Reuse ) dan/atau daur ulang ( Recycle ) disebut juga 3 R yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat di gunakan dan juga harus aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia .
Pengolahan limbah B3 adalah Proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan /atau mengurangi sifat bahaya dan sifat beracunnya
Penimbunana akhir limbah B3 adalah Proses pemusnahan mempergunakan alat/ peralatan dengan pembakaran, proses Bio Treatment, Bio mediasi, chemical, dan lain – lain . sehingga karakteristik limbah tersebut hilang atau dihilangkan dengan penimbunan yang mempergunakan metode yang di berlakukan oleh pemerintah .
III. LATAR BELAKANG
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( Limbah B3 ) adalah Sesuatu usaha dan/ atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/ atau beracun yang karena sifat dan /atau suatu konsentrasinya dan/atau jumlahnya dapat mencemarkan lingkungan, merusak lingkungan dan /atau membahayakan lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainya .
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib mengelola limbah B3 yang di hasilkannya sesuai dengan teknologi yang ada .
Dan/atau wajib menyerahkan kepada perusahaan pengelola limbah B3 yang mempunyai perijinan untuk di lakukan proses sebagaimana mestinya .
IV. APA SAJA YANG TERGOLONG LIMBAH B3
Sesuai dengan Uraian di atas, berdasarkan karakteristik
limbah B3 mempunyai sifat :
1.Mudah Terbakar
2. Mudah meledak
3.Bersifat Korosif
4.Beracun
5. Reaktif
6. Menyebabkan infeksi
Jenis dan golongan limbah B3 diatur di dalam undang – undang KLH berdasarkan kode dan sifat umum dari limbah itu sendiri.
V. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan Tujuan kerjasama pengelolaan Limbah B3 ini adalah Bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang di akibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan lingkungan yang sudah tercemar sehingga dapat kembali dan sesuai dengan fungsinya .
PT HARAPAN SEMBILAN adalah bagian dari elemen pengelolaan limbah B3 yang mempunyai komitmen dan integritas untuk mengelola limbah B3 sebagai mana yang di kehendaki oleh pemerintah sehingga dapat meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan.
VI. MENGAPA HARUS PT HARAPAN SEMBILAN
Seperti yang sudah di jelaskan di depan PT Harapan Sembilan adalah suatu badan usaha yang sudah lama dan sangat berpengalaman menekuni bidang pengelolaan limbah B3, secara kompentensi PT Harapan Sembilan banyak melakukan tanggung jawab pengelolaan limbah B3 di berbagai instansi, perusahaan, Pabrik, Faktory, maupun Pertamina untuk di distribusikan pada perusahaan pengelolaa limbah B3, Mulai Pemanfaat, Pengolah dan Penimbun akhir.
Sebagai perusahaan yang profesional dan mempunyai komitmen pada penanggulangan pencemaran serta menjaga potensi kelestarian alam, PT Harapan Sembilan jelas selalu berupaya melakukan pelaksanaan dan penanganan yang terbaik dan secara maksimal, agar permasalahan Limbah B3 di berbagai perusahaan dapat ditangani dengan benar dan sesuai prosedur.
Berikut perijinan dari perusahaan Pengelola terkait sebagai landasan berkerja dari PT Harapan Sembilan di dalam mengelola limbah B3 :
1. Rekomendasi Transportasi dari KLH
2. Rekomendasi dari Dirjen HUBDAL
3. Rekomendasi dari Dirjen HUBLA
4. Afiliasi dengan PT KARYA NUSA BUMI PERSADA
( Perusahaan Pemanfaat Limbah B3 dengan ijin dari KLH NO. 252 TAHUN 2010
5. Afiliasi dengan CV SINERGA INDONESIA
(Perusahaan Pemanfaat Limbah B3 dengan ijin dari KLH no.515 Tahun 2009)
VII. JENIS LIMBAH YANG BISA DI KELOLA ATAU DITANGANI PT. HARAPAN SEMBILAN
PT. Harapan Sembilan adalah Elemen pengelola limbah B3 di bagian Transportasi, di dalam PP KLH No. 18 Tahun 2009 Elemen Perusahan ,pengelola seperti Pemanfaat, Pengolah dan Pemusnahan akhir , Tidak di perkenankan on the Spot langsung ke Produsen dan harus di jembatani oleh Perusahan Pengelola bidang Transpotrasi seperti halnya PT Harapan Sembilan.
Sesuai ijin Transpotasi dari KLH , semua jenis limbah B3 bisa kami Handling dan di serahkan pada Perusahaan Pengelola yang sudah tersebut di atas.
Sebagaian contoh Limbah B3 yang sering Kami tangani meliputi : Tank cleaning service , limbah Solid dan Liquid, Oli bekas , ACCU bekas , miyak kotor , limbah IPAL, dan WWTP , Bottom ash & FLY ASH, Sludge dan Slope Oil , Sludge keramik , Sludge Paper , Chemical , Iron Slag , Cooper Slag, Sisa Blasting , Crhomium Slag,Limbah Gypsum,Dust Grinding dan Limbah B3 lainya
VIII. PENUTUP
Dengan adanya Kerja sama yang terjalin antara Produsen dengan Perusahan Kami , di harapan permasalahan penanganan Limbah B3 dapat teratasi secara maksimal .Jangan pernah menyerahkan komponen limbah B3 dalam bentuk apapun Kepada Individual/perorangan atau Perusahaan yang tidak mempunyai Kejelasan Legalitas dan Perijinan pengelolaan limbah B3 dari Kementrian Lingkungan Hidup sesuai Undang – Undang.Karena hal tersebut akan menimbulkan permasalahan besar dibelakang hari.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 32 Thn 2009 Tentang Pengelolaan Limbah B3 , Produsen di harapkan Pro Aktif di dalam Mendistribusikan Limbah yang di hasilkan Kepada Pengelola secara Legal .
Kami Menanti kerja sama dari perusahaan Anda .
Terimakasih.
Makassar 18 Januari 2011
PT. Harapan Sembilan
MULTAZAN,S.H
Manager Operasional
Langganan:
Postingan (Atom)